Padang, Bandasapuluah.com – Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di 8 kabupaten/kota di Sumatera Barat tahun 2020 mengalami penurunan. Akibatnya, IPM Sumbar juga ikut merosot. Penurunan ini merupakan yang pertama dalam satu dekade terakhir.
IPM Sumbar sebelumnya tumbuh rata-rata 0,8 persen pertahunnya. Tetapi, di tahun 2020 pertumbuhan IPM Sumbar malah minus. Tercatat, IPM Sumbar 2020 di angka 72,38. Angka ini menurun sebesar 0,01 point atau lebih rendah sebesar 0,01 persen dibandingkan tahun 2019.
Baca juga: Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sumatera Barat 2020 Menurun
Meskipun dari dimensi kesehatan dan pendidikan mengalami kenaikan tetapi kenaikan tersebut tidak mampu mendongkrak pencapaian IPM. Penurunan pertumbuhan IPM di 8 kabupaten/kota di Sumbar tahun 2020 sangat dipengaruhi oleh turunnya rata-rata pengeluaran per kapita yang disesuaikan. Hal ini lantaran Covid-19 yang menyebabkan banyak masyarakat mengalami penurunan pendapatan sehingga pengeluaran per kapita turun.
Dari 8 kabupaten/kota tersebut, Kabupaten Lima Puluh Kota , tercatat paling lambat pertumbuhan pembangunan manusianya dengan -0,29 persen. Kedua, Kabupaten Kepulauan Mentawai sebesar -0,28 persen. Disusul Kabupaten Pesisir Selatan dengan -0,26 persen.
Diposisi empat adalah Kota Bukittinggi dengan pertumbuhan -0,16 persen. Selanjutnya, Kota Solok sebesar -0,11 persen dan Kota Padang Panjang dengan pertumbuhan sebesar -0,09 persen.
Kemudian, Kota Payakumbuh yang pertumbuhannya hanya -0,06 persen. Terakhir Kabupaten Dharmasraya yang pertumbuhan IPM-nya sebesar -0,01 persen.
Sementara itu, kenaikan IPM tertinggi terjadi di Kabupaten Pasaman Barat sebesar 0,41 persen, disusul Kota Sawahlunto sebesar 0,34 persen dan Kota Pariaman sebesar 0,26 persen. Kemajuan pembangunan manusia di Kabupaten Pasaman Barat didorong oleh dimensi pendidikan dan kesehatan, begitu juga untuk Kota Sawahlunto.
Covid-19 Jadi Biang Kerok
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan pertumbuhan pada 2020 hampir flat. Ia mengatakan Covid-19 menyebabkan banyak masyarakat yang mengalami penurunan pendapatan sehingga bisa dilihat pengeluaran per kapita turun.
Dikatakan, terkecuali pengeluaran per kapita yang disesuaikan, semua komponen pembentuk IPM mengalami peningkatan.
“Satu-satunya komponen yang turun pengeluaran per kapita yang disesuaikan, tahun ini turun 2,5 persen. Sekali lagi ini karena ada Covid. Banyak masyarakat yang mengalami penurunan pendapatan,” ujarnya.
Meskipun pertumbuhan IPM cenderung menurun dan bertahan diberbagai daerah. Namun, IPM Provinsi sudah tidak ada lagi yang dalam kategori rendah.
“Yang mengembirakan, tidak ada lagi provinsi yang dalam kategori rendah,” katanya.
Namun, dia mengemukakan pekerjaan rumah yang harus dipecahkan ke depan adalah masih adanya disparitas IPM yang tinggi dari satu provinsi dan provinsi lainnya. Misalnya, IPM DKI Jakarta sebesar di atas 80 persen, sementara Papua baru 60,44 persen.
Tentang IPM
Untuk diketahui, IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk).
IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. IPM dibentuk oleh tiga dimensi dasar, yaitu umur panjang dan hidup sehat (a long and healthy life), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent standard of living).
Umur panjang dan hidup sehat digambarkan oleh umur harapan hidup saat lahir (UHH) yaitu jumlah tahun yang diharapkan dapat dicapai oleh bayi yang baru lahir untuk bertahan hidup, dengan asumsi bahwa pola angka kematian menurut umur pada saat kelahiran sama sepanjang usia bayi.
Pengetahuan diukur melalui indikator rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah. Rata-rata lama sekolah (RLS) adalah rata-rata lamanya (tahun) penduduk usia 25 tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal.
Harapan lama sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya (tahun) sekolah formal yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. Standar hidup yang layak digambarkan oleh pengeluaran per kapita disesuaikan, yang ditentukan dari nilai pengeluaran per kapita dan paritas daya beli (purchasing power parity).
IPM dihitung berdasarkan rata-rata geometrik indeks kesehatan, indeks pengetahuan, dan indeks pengeluaran. Penghitungan ketiga indeks ini dilakukan dengan melakukan standardisasi dengan nilai minimum dan maksimum masing-masing komponen indeks.
IPM merupakan indikator yang digunakan untuk melihat perkembangan pembangunan dalam jangka panjang. Untuk melihat kemajuan pembangunan manusia, terdapat dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu kecepatan dan status pencapaian.