“Biasanya di luar negeri, tantangan terbesarnya adalah meneruskan nilai-nilai adat dan budaya kepada generasi muda. Anak-anak kita di Sydney ini, sehari-hari hidup dalam lingkungan budaya dan bahasa asing. Bahasa Indonesia saja mungkin mulai kabur, apalagi bahasa Minang,” tuturnya.
Namun demikian, Prof Fasli mengapresiasi inisiatif Minang Saiyo Sydney yang menyediakan ruang seperti surau, tempat generasi muda bisa mengenal kembali adat istiadat Minangkabau, belajar silek, seni tari, bahkan menjadi imam. Ia menilai ini sebagai hasil kerja keras yang patut diteladani oleh organisasi Minang lainnya di luar negeri.
“Sekarang sudah banyak anak-anak Minang di Sydney yang justru lebih Minang dari kita. Bisa silek, bisa menjadi imam, bisa tari piring. Ini bukti bahwa orang tua dan pengurus sadar bahwa jati diri Minang harus difasilitasi agar bisa dipahami dengan cara yang kontekstual,” pungkas Prof Fasli.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Halaman : 1 2