BANDASAPULUAH.COM – Teh adalah sebuah minuman yang tidak mengenal usia, ia begitu mudah didapatkan dan dinikmati. Teh dikonsumsi karena berbagai alasan. Ada yang menyeduhnya untuk mendapatkan manfaat kesehatan, ada pula yang menikmatinya sebagai bagian dari tradisi keseharian mereka.
Sama seperti kopi, teh juga memiliki karakteristik rasanya sendiri-sendiri. Kualitas dari sebuah produk teh dipengaruhi oleh banyak faktor seperti waktu memetik atau panen teh, proses produksi, hingga ketinggian lokasi penanaman teh itu sendiri.
“Di Indonesia, ada varian teh unggulan yaitu Teh Java Preanger yang diambil dari Bahasa Belanda berarti Parahyangan. Teh yang telah terdaftar sebagai Indikasi Geografis ini berasal dari perkebunan teh di wilayah Priangan, tepatnya di daerah Gamboeng, Desa Mekarsari, Bandung Selatan,” ucap Erdiansyah Rezamela, Kepala Divisi Penelitian di Pusat Penelitian Teh dan Kina pada kegiatan Kunjungan Delegasi Malaysian Intellectual Property Office (MyIPO) pada 3 Oktober 2023.
Teh Java Preanger merupakan teh yang dibudidayakan di wilayah dataran tinggi Jawa Barat, dengan ketinggian tempat mulai dari 600 mdpl. Secara agroklimat (Ilmu Yang mempelajari Iklim) ketinggian tersebut cocok untuk budidaya tanaman teh. Ketinggian tempat juga sangat mempengaruhi pertumbuhan dan mutu teh yang dihasilkan.
Erdiansyah menuturkan berdasarkan hasil uji organoleptik (uji indra atau uji sensorik manusia), karakteristik Teh Java Preanger lebih terletak pada kekhasan rasa dan aroma air seduhan produk teh yang berasal dari lokasi kebun atau tanaman teh yang bersangkutan di Pegunungan Jawa Barat. Hasil uji air seduhannya harus dapat mencapai syarat mutu baik sampai dengan sangat baik serta terdapat ketentuan dalam pemetikan pucuk teh untuk mendapat pucuk teh yang berkualitas.
“Pada kondisi normal, pemetikan dilakukan pada pagi-pagi hari sampai dengan sekitar pukul 10.00 WIB. Pemetikan hanya mengambil pucuk peko saja (tanpa daun terbuka) secara hati-hati, dijaga agar peko tidak ada penekanan dalam genggaman tangan. Pemetikan hanya terhadap pucuk yang memenuhi syarat petik produksi harian,” ungkap Erdiansyah.
Ia menjelaskan dalam rangka menghasilkan teh yang bermutu tinggi, penanganan pucuk teh yang dipanen sebagai bahan baku perlu ditangani sebaik mungkin sebelum diproses dari kebun sampai ke pabrik. Kegiatan pengelolaan dan pemeliharaan tanaman semuanya bertujuan untuk menghasilkan kualitas catechin dan kafein yang tinggi karena senyawa ini berperan dalam rasa dan warna.
“Pucuk peko dimasukkan sedikit demi sedikit ke wadah yang telah ditentukan lalu masing-masing wadah yang telah berisi peko diserahkan ke mandor petik untuk di cek dan dikirim ke pabrik. Kita kirimkan sesegera mungkin ke pabrik teh untuk menghindari penurunan kualitas akibat reaksi kimia dari pucuk peko yang tidak terkendali,” lanjut Erdiansyah.
Menurutnya pengangkutan peko harus dilakukan secara hati-hati dengan menghindari penumpukan peko saat pengangkutan dari kebun ke pabrik dan jangan sampai terjadi panas dan memar. Ketika sampai di pabrik, daun teh peko yang telah dipanen diserahterimakan kepada petugas penerima di pabrik teh melalui pass box (kotak penerimaan pucuk) lalu petugas penerima akan mencatat berat, jam datang, dan asal pucuk untuk dilakukan proses pengolahan.
“Teh Preanger diproses dari tunas teh segar atau peko. Kandungan polifenolnya yang tinggi berasal dari olahan kuncup teh tanpa oksidasi, memiliki rasa yang ringan dan aroma bunga mawar. Dikategorikan sebagai “Silver Needle” mengacu pada warna teh olahan kuncup yang ditutupi dengan rambut perak dan bentuk seperti jarum,” pungkas Erdiansyah.
Perbedaan rasa dan aroma dalam produk teh adalah apa yang disebut keunikan Indikasi Geografis (IG). Karena itu, untuk melindungi keberlanjutan Java Preanger Tea, Komunitas untuk Perlindungan Indikasi Geografis Teh Java Preanger yang didirikan pada tanggal 24 Juli 2014 dengan persetujuan pemangku kepentingan dan organisasi komunitas teh juga mendukung Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah menetapkan kualitas dan keamanan standar untuk Produk Teh GI Java Preanger. Usaha ini dibuat untuk menghindari kemungkinan duplikasi oleh pihak lain yang tidak bertanggung jawab.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Merek dan Indikasi Geografis Kurniaman Telaumbanua. Dia menyebutkan bahwa IG merupakan aset yang berharga bagi perkembangan ekonomi di Indonesia.
“Indikasi Geografis di Indonesia memiliki potensi yang besar sekali, karena Indonesia salah satu negara megadiversitas terbesar kedua setelah Brazil. Tentu kita memiliki keanekaragaman hayati baik di darat maupun di lautan yang bisa kita manfaatkan dengan baik Salah satunya adalah produk Teh Java Preanger ini yang berasal dari Jawa Barat,” kata Kurniaman.
Kurniaman menjelaskan terdapat beberapa keuntungan dari pendaftaran permohonan IG. “Suatu kawasan yang telah memiliki IG reputasi kawasan tersebut akan ikut terangkat, selain itu Indikasi Geografis juga dapat melestarikan keindahan alam, pengetahuan tradisional, serta sumberdaya hayati, hal ini tentunya akan berdampak pada pengembangan agrowisata,” jelas Kurniaman.
Ia menyebutkan dengan suatu kawasan memiliki IG akan berdampak meningkatnya nilai jual dan produksi dikarenakan di dalam IG dijelaskan dengan rinci tentang produk berkarakter khas dan unik yang mengundang minat dan daya beli masyarakat.
“Hal inilah yang menjadi concern pemerintah untuk terus mendukung produk dalam negeri agar bisa dipromosikan keluar negeri,” tambah Kurniaman.
Sebagai tambahan, saat ini masyarakat dapat melakukan pendaftaran indikasi geografis melalui Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Selain etiket indikasi geografis ada beberapa persyaratan penting yang diperlukan dalam pengajuan pencatatan Indikasi Geografis diantaranya uraian tentang lingkungan geografis, batas-batas daerah, sejarah dan tradisi, proses produksi serta karakteristik dan kualitas indikasi geografis tersebut.