|
(Suasana Persidangan Perkara Pengrusakan Mangrove Kawasan Mandeh)
|
Sidang yang beragendakan pembacaan putusan terhadap Rusma Yul Anwar yang merupakan terdakwa kasus dugaan pengrusakan lingkungan dan mangrove di Kawasan Wisata Bahari Terpadu (KWBT) Mandeh, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat terpaksa ditunda.
Penundaan ini lantaran musyawarah Majelis Hakim yang menangani Perkara Pidana Nomor: 642/Pid.Sus/LH/2019/PN.Pdg tersebut belum selesai.
Untuk itu Sidang pembacaan putusan oleh Majlis Hakim akan dilanjutkan pada Jum’at (13/3)
Dari rangkaian persidangan perkara a quo, Penasehat Hukum (PH) Rusma Yul Anwar, mengungkapkan pokok-pokok fakta hukum berdasarkan keterangan saksi-saksi, ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa, yang diajukan di hadapan persidangan, yang relevan dengan pembelaan terdakwa dengan urutan kronologis sebagai berikut:
•Bahwa terdakwa telah membeli sebidang tanah di Kawasan Wisata Bahari Terpadu Mandeh Kecamatan XI Koto Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan pada saksi Apri melalui perantara saksi Masrial dengan luas 30.000 m2 yang dituangkan dalam Akta Jual Beli Nomor 59/2016 yang dibuat oleh Notaris/PPAT Enyda, S.H.,M.Kn di Painan.
•Bahwa terdakwa pada saat membeli tanah tidak mengetahui tanah yang dibelinya tersebut merupakan kawasan hutan lindung, karena tidak ada pemberitahuan/plang larangan.
•Bahwa tanah bagian bukit yang dibeli oleh terdakwa tersebut kemudian dibangun untuk bumi perkemahan (camping ground) direncanakan berupa 1 (satu) unit bangunan kayu untuk pembina putera, 1 (satu) uni bangunan untuk pembina putri, 1 (satu) unit bangunan kamar mandi dan toilet, serta 1 (satu) unit bangunan untuk pertemuan pembina.
•Bahwa dalam membangun bumi perkemahan tersebut dengan cara mendatar bukit kemudian sebagian digunakan menimbun bekas sawah dan ladang
•Bahwa benar Olo di lahan terdakwa diperlebar dan diperdalam agar boat yang masuk tidak kandas yang dilakukan oleh saksi YUHARDI
•Bahwa pada waktu pelebaran dan pendalaman Olo berakibat kerusakan mangrove yang dilakukan oleh operator excavator bernama saksi YULHARDI
•Bahwa benar berdasarkan penghitungan ahli ROKI AFRIANDI dkk, luas keseluruhan mangrove di lahan terdakwa adalah 2,616 ha dengan rincian: mangrove yang masih utuh seluas 2,226 ha (85,1%) dan mangrove yang rusak seluas 0,39 ha (14,9%).
•Bahwa benar berdasarkan pengukuran yang dilakukan ahli ROKI AFRIANDI, dkk, rincian mangrove yang rusak terdiri area rusak (AR) 1 di tepi holo yang diperlebar seluas 0.120 ha, area rusak (AR) 2 di holo untuk dermaga tidak jadi seluas 0.088 ha, dan area rusak (AR) 3 di sebelah selatan seluas 0.182 ha.
•Bahwa Olo yang diperlebar dan diperdalam tersebut juga dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar, nelayan, peladang dan anak-anak sekolah.
•Bahwa bulan Juli 2016 pegawai kehutanan mendatangi terdakwa dan menyampaikan bahwa lahan milik terdakwa di Mandeh masuk dalam peta hutan lindung.
•Bahwa terdakwa telah menemui Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat untuk konsultasi dan meminta saran serta petunjuk solusi atas pembangunan yang sudah terlanjur dilakukan terdakwa di lahannya.
•Bahwa Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat menyarankan terdakwa membentuk badan usaha untuk mengajukan proposal kemitraan pengelolaan kawasan hutan lindung pada Dinas Kehutanan Provinsi Sumatra Barat
•Bahwa yang mengurus proposal kemitraan pengelolaan kawasan hutan lindung tersebut terdakwa dengan CV. SEMESTA MANDEH dengan Akta Pendirian No. 34 tanggal 09 Agustus 2016 oleh Notaris Enyda, S.H.,M.Kn di Painan.
•Bahwa CV.Semesta Mandeh telah mengajukan proposal kemitraan pengelolaan kawasan hutan lindung kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat dengan surat Nomor : 002/SMH-2016 dan diterima tanggal 12-08-2016.
•Bahwa Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat menyetujui proposal kemitraan pengelolaan kawasan hutan yang diajukan oleh CV. Semesta Mandeh dengan surat UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Bukit Barisan Nomor : 522.2/152/KPHL BB-2017 tanggal 04 Juli 2017
•Bahwa persetujuan proposal kemitraan pengelolaan kawasan hutan lindung yang diajukan CV Semesta Mandeh ditindaklanjuti dengan pembuatan perjanjian kerja sama.
•Bahwa hadap perjanjian kerja sama akan ditentukan di dalamnya apakah perlu izin lingkungan atau tidak, tidak harus ada Amdal, UKL dan UPL.
•Bahwa tahap perjanjian kerjasama tersebut belum dibuat oleh Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat karena adanya proses hukum perkara a quo.
•Bahwa pada tahun 2016 belum ada penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib UKL-UPL di Kabupaten Pesisir Selatan dan Provinsi Sumatera Barat.