Panen padi di Kecamatan Sutera. Foto: Rido Putra |
SURANTIH, BANDASAPULUAH.COM – Produksi padi petani di Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat, menurun ditengah pandemi Covid-19. Hasil panen petani tersebut menurun sekitar 20 hingga 50 persen.
“Biasanya hasil panen 40 karung, sekarang hanya 20 karung,” ujar Rido, salah satu petani di daerah tersebut.
- Baca juga: Membeli Beras: Bentuk “Parasaian” Hidup
Rido mengungkapkan, penyebab menurunnya produksi padi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Ia menyebutkan, serangan hama adalah faktor utama yang membuat produksi padi di daerah setempat menurun dengan sangat tajam.
“Penyakit padi akibat serangan hama terutama pianggang (walang sangit) adalah penyebab utama produksi padi menurun,” ujarnya.
Selain hasil panen yang menurun, ucap Rido, Harga Gabah di daerah tersebut juga menurun. Padahal menurutnya saat ini adalah waktu dimana petani menikmati untung karena tengah melakukan panen raya.
“Seharusnya petani saat ini menikmati untung, tapi malah merugi seperti ini,” ungkap Rido.
Ia menuturkan, rendahnya harga terjadi karena imbas dari adanya pandemi virus corona. “Para tengkulak kesulitan untuk menjual berasnya. Jadi mereka belum berani untuk membeli gabah petani dengan harga yang memadai” terangnya.
Murahnya harga padi membuat petani kebingungan. Betapa tidak, saat ini seharusnya mereka menikmati untung karena di Kecamatan Sutera tengah melaksanakan panen raya.
Sayangnya, gabah yang ada sulit untuk dilepas ke pasar. “Tidak seperti tahun lalu yang lancar-lancar saja,” sambungnya.
Ia berharap, pemerintah lebih memperhatikan para petani. Salah satunya memberi subsidi obat padi untuk penyemprotan hama.
“Pianggang sangat banyak, diharapkan pemerintah lebih memerhatikan petani dengan memberi subsidi obat untuk penyemprotan hama,” harap Rido.
Hal senada juga diungkapkan oleh Alis. Alis yang bertani dengan cara “manyasie” (menyewa) sawah, mengungkapkan, panen raya kali ini adalah panen yang berat baginya. Menurutnya panen tahun ini agak menyayat hati. Dimana hasil panen yang menurun drastis sementara tanggung jawab untuk biaya sekolah anak juga terus berjalan.
“Sekalipun sekolah dan kuliahnya di rumahkan, tapi biaya paket data juga tidak kalah hebat,” akunya.
Selain itu, upah produksi panen padi justru semakin meningkat.
“Upah meningkat Rp. 6.000 dari tahun sebelumnya, 60-65 ribu perkarung, tergantung jauh atau dekatnya mengangkut padi,” terang Alis.
Sementara itu, Jawar, tukang panen atau biasa di sebut “sabik iriak” mengatakan pendapatannya dari memanen padi jauh menurun dari tahun sebelumnya.
“Biasanya rombongan kami mendapat upah setidaknya 200 ribu rupiah perharinya, sekarang hanya seratus ribuan,” ungkapnya.