Debat Publik Putaran II Antar Pasangan Calon Bupati dan wakil Bupati Pesisir Selatan di Grahapena, Padang. |
Padang, Bandasapuluah.com– Ada hal yang menarik ketika debat publik putaran kedua antar pasangan calon bupati dan wakil bupati Pesisir Selatan. Terutama di segmen dua yang merupakan pendalaman visi, misi dan program terkait Sumber daya manusia.
Saat itu, Pasangan Calon (Paslon) 01 mendapatkan pertanyaan tentang strategi yang akan dilakukan untuk mencapai target indeks pembangunan manusia (IPM) yang pada 2025 sebesar 78,6.
“Berdasarkan data BPS, Indeks Pembangunan Manusia Pesisir Selatan pada tahun 2019 berada di peringkat 12 dari 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat dengan nilai 70,08 sedangkan target dalam RPJP Ke-4 78,6. Bagaimana strategi Paslon 01 mencapai target tersebut?” tanya moderator, Nashrian Bahzein.
Nonton juga:
Pertanyaan tersebut langsung dijawab oleh calon wakil bupati nomor urut satu, Hamdanus. Hamdanus menyebut upaya itu telah dilakukan oleh Hendrajoni saat periode pertama ia memimpin Pessel dengan cara memacu membangun infrastruktur pendidikan.
Infrastruktur yang dimaksud adalah dengan membangun gedung dinas pendidikan yang megah. Dimana sebelumnya gedung tersebut apa adanya. Selain itu juga menaikkan guru honor guru PAUD dari 200 ribu menjadi 700 ribu rupiah dan melakukan pengangkatan 1000 tenaga pendidik dijenjang SMP.
Akan tetapi, Calon Bupati nomor urut 2, Rusma Yul Anwar mengatakan strategi yang diutarakan Hamdanus tidak ada korelasinya dengan meningkatkan IPM Pessel yang selama ini rendah. Ia menyebut, IPM bukan hanya menyinggung sektor Pendidikan.
Senada dengan itu, Calon Bupati Pesisir Selatan nomor urut tiga, Dedi Rahmanto Putra menambahkan IPM juga terkait dengan Kesehatan dan Ekonomi. Jadi, lanjut Dedi, antara Pendidikan, Kesehatan dan Kesejahteraan harus dibangun secara simultan.
Video lainnya:
Lantas apa itu IPM?
Menurut Badan Pusat Statistik, IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk).
IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
IPM diperkenalkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1990 dan metode penghitungan direvisi pada tahun 2010. BPS mengadopsi perubahan metodologi penghitungan IPM yang baru pada tahun 2014 dan melakukan backcasting sejak tahun 2010.
IPM dibentuk oleh tiga dimensi dasar, yaitu umur panjang dan hidup sehat (a long and healthy life), pengetahuan (knowledge), dan standard hidup layak (decent standard of living).
Nonton juga:
Umur panjang dan hidup sehat digambarkan oleh Umur Harapan Hidup saat lahir (UHH) yaitu jumlah tahun yang diharapkan dapat dicapai oleh bayi yang baru lahir untuk hidup, dengan asumsi bahwa pola angka kematian menurut umur pada saat kelahiran sama sepanjang usia bayi.
Pengetahuan diukur melalui indikator Rata-rata Lama Sekolah dan Harapan Lama Sekolah. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) adalah rata-rata lamanya (tahun) penduduk usia 25 tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal. Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya (tahun) sekolah formal yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang.
Standar hidup yang layak digambarkan oleh pengeluaran per kapita disesuaikan, yang ditentukan dari nilai pengeluaran perkapita dan paritas daya beli (purchasing power parity).
IPM dihitung berdasarkan rata-rata geometrik indeks kesehatan, indeks pengetahuan, dan indeks pengeluaran. Penghitungan ketiga indeks ini dilakukan dengan melakukan standardisasi dengan nilai minimum dan maksimum masing-masing komponen indeks.
Nonton juga:
Dimana indeks masing-masing komponen IPM digunakan batas maksimum dan minimum sebagai berikut;
•Umur Harapan Hidup saat lahir (UHH). Memiliki nilai minimum 20 tahun dan maksimum 85 tahun.
•Harapan Lama Sekolah (HLS). Memiliki nilai minimum 0 tahun dan nilai maksimum 18 tahun.
•Rata-rata Lama Sekolah (RLS). Memiliki nilai minimum 0 tahun dan nilai maksimum 15 tahun
•Pengeluaran per kapita. Memiliki nilai minimum 1.007.436 rupiah dan nilai maksimum 26.572.352 rupiah.
Oleh karena itu, peningkatan capaian IPM tidak terlepas dari peningkatan setiap komponennya.
Selain itu, IPM juga merupakan indikator yang digunakan untuk melihat perkembangan pembangunan dalam jangka panjang. Untuk melihat kemajuan pembangunan manusia, terdapat dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu kecepatan dan status pencapaian.