Amir M.S dalam Adat Minangkabau: Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang (1999), dikatakan kedudukannya yang sebagai pendatang itu, sering digambarkan sebagai abu di ateh tungggua (abu di atas tunggul), dalam arti kata sangat lemah, sangat mudah disingkirkan.
Namun sebaliknya dapat juga diartikan bahwa urang sumando haruslah sangat berhati-hati dalam menempatkan dirinya di lingkungan kerabat isterinya.
Hal ini sesuai pepatah adat berikut:
Batagak gadang alek baradat
sipangka juaro jo pitunggua
Adapun sumando manuruik adat
nan bak abu di ateh tunggua
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Marawa tatagak sabalik medan
medan bapaneh medan pasambahan
Kok makan tak buliah mahabihkan
mancancang tak buliah mamutuihkan
Perasaan, harga diri urang sumando dijaga sebaik-baiknya dan sangat hati-hati. Berbicara kepada urang sumando pun lazim dengan menggunakan kato malereang (kata melereng). Namun, meskipun urang sumando mendapat perlakuan istimewa dari kerabat isteri, urang sumando tetap sebagai tamu di rumah isterinya.
Ia tidak dibawa serta dalam perundingan-perundingan yang bersifat intern untuk hal-hal yang menyangkut pengambilan keputusan dalam persoalan keluarga pihak isterinya.
Hal itu, disebabkan karena secara matrilineal, urang sumando adalah tetap orang luar dari lingkungan kerabat isteri. Urang sumando tidak terlibat dan juga tidak dilibatkan dalam urusan intern kerabat isterinya karena posisinya yang sebagai orang luar dari anggota kerabat isterinya.
Klik selanjutnya untuk melanjutkan membaca…
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya