Roy Suryo Cs Disebut Sesat, Dibela Purnawirawan Jenderal

Dalam forum tersebut, penyidik ​​menunjukkan langsung ijazah asli Jokowi kepada peserta yang hadir.

Elida menyebut momen ini menjadi titik balik perdebatan panjang yang beredar di ruang publik.

Ia mengaku merasakan ketegangan dan haru saat dokumen pendidikan Presiden RI ditunjukkan langsung oleh penyidik.

Ya Tuhan, akhirnya yang bertahun-tahun kita perdebatkan, kini ada sosoknya di depan mata, kata Elida dalam tayangan di kanal YouTube Cumicumi, Jumat (19/12/2025).

“Saya melihatnya, saya merinding dan terharu,” ujarnya.

Elida mengungkapkan, saat penyidik ​​membuka map penyitaan barang bukti bertanggal 23 Juni, di dalamnya terdapat ijazah SMA dan gelar sarjana (S1) milik Jokowi.

Meski peserta dilarang menyentuh, Elida mengaku berusaha mendekat untuk mengamati detail fisik dokumen tersebut.

“Saya colek (pegang) dengan ujung jari. Saya pegang, ada emboss (huruf timbul), ada watermark, dan ada track stempelnya,” kata Elida.

Ia juga menyoroti kondisi fisik kertas yang menurutnya mencerminkan usia dokumen tersebut.

“Bagian bawahnya sobek, mungkin karena sudah lama. Itu kertas bekas. Jadi buat saya itu asli, bukan hanya fotokopi,” ujarnya.

Kuasa hukum Roy Suryo menyebutnya sesat

Pernyataan Elida Netti mendapat bantahan keras dari Abdul Gafur Sangadji, kuasa hukum Roy Suryo.

Ia menilai klaim Elida yang menyentuh ijazah Jokowi saat kasus tersebut merupakan informasi yang menyesatkan.

Menurut Gafur, Polda Metro Jaya telah memberikan arahan tegas agar seluruh peserta hanya diperbolehkan melihat tanpa menyentuh dokumen.

“Ada pengacara dari pihak Pak Eggi Sudjana yang mengatakan bahwa dia memegang ijazah, lalu di situ dia merasa ada emboss, ada watermark, saya pastikan yang disampaikan adalah informasi yang menyesatkan masyarakat,” kata Abdul Ghafur Sangadji, dikutip dari siaran YouTube Official iNews, Senin (22/12/2025).

Ia menjelaskan, dirinya termasuk orang pertama yang menyaksikan pembukaan segel ijazah tersebut.

“Saat gelar perkara khusus, saat pembukaan ijazah, saya termasuk orang pertama yang maju dan saya berdiri di antara penyidik ​​dan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya,” ujarnya.

“Saya saksikan dengan mata kepala sendiri saat ijazah itu dipotong dari segel penyidik ​​Polda Metro Jaya dan diperintahkan ijazahnya, diberi instruksi Polda Metro Jaya ‘jangan disentuh, jangan dipegang, jangan disentuh’.”

Jadi saya hanya melihatnya dari jarak yang sangat dekat, tapi karena ada arahan dari penyidik ​​Polda Metro Jaya untuk tidak memegang ijazah, maka saya tidak memegang ijazah tersebut, tegasnya.

Gafur menambahkan, ijazah tersebut disimpan dalam folder hardcase berlogo Universitas Gadjah Mada (UGM) dan dilapisi plastik keras.

Jadi kalau ada pernyataan dari kuasa hukum Pak Eggi Sudjana yang mengatakan ikut campur, saya yakin itu pernyataan yang menyesatkan masyarakat, ujarnya.

“Informasi tersebut tidak benar, karena informasi itulah yang membuat masyarakat kebingungan saat ini,” imbuhnya.

Dia juga menolak klaim emboss dan tanda air.

“Bunda Eli (mengatakan) ijazahnya ada emboss, ada watermarknya, saya tegaskan informasi itu adalah informasi yang tidak sesuai fakta pada judul kasus khusus,” tutupnya.

Dibela oleh Pensiunan Jenderal

Di tengah polemik tersebut, Irjen Polisi (Purn) Ricky Sitohang membela Elida Netti. Mantan petinggi Polri itu menilai pernyataan Elida terkesan spontan dan jujur.

Ricky menegaskan, reaksi Elida merupakan ungkapan hati nurani usai menyaksikan langsung dokumen yang dipermasalahkan.

“Setelah (ijazah Jokowi) ditunjukkan Pak Jokowi melalui penyidik ​​terkait persoalan ijazah asli, saya ikuti semuanya, ternyata setelah tersentuh namanya, saya langsung telpon langsung Bu Elida Netti,” kata Ricky Sitohang, dikutip dari tayangan kanal YouTube Rasis Infotainment, Rabu (24/12/2025).

“Dia terharu, ‘beneran asli, beneran, aku udah lihat watermarknya.’ Dia melihat bahwa itu asli.”

“Dia berkata, ‘Saya terharu melihat ini.’ Dalam perjalanan, informasi yang datang dari Ibu Elida Netti yang tidak bersalah, yang disampaikannya secara spontan, berasal dari hati nuraninya, kata lulusan Akpol tahun 1983 itu.

Ricky juga menyoroti perbedaan waktu gelar perkara antara klaster pertama dan klaster kedua yang menurutnya memicu perbedaan persepsi.

Ternyata mereka tidak setuju, sehingga muncul kontradiksi. Kebetulan Bu Elida Netti yang merupakan kuasa hukum Eggi Sudjana juga memberikan perlindungan, kenapa dia menjawab seperti itu, kata Ricky.

“Terus ada kuasa hukum yang lain bilang itu tidak benar, itu penyesatan. Pertanyaannya, penyesatan yang mana? Sudah ditegaskan, mereka bilang, ‘intinya kalau sudah ditunjukkan, ijazahnya dianggap selesai, kita minta maaf dan saya cium tangannya saja.’ Dan sebagainya.”

“Ini semua live service, klise. Kenyataannya tidak seperti itu. Masih bertahan dengan apa yang ada di alam pikirannya. Artinya sudah tidak murni lagi,” tutupnya