BANDASAPULUAH.COM – Rencana Roy Suryo yang meminta penyidik Polda Metro Jaya melakukan uji forensik independen terhadap dokumen akademik Joko Wododo (Jokowi), ditanggapi santai oleh kubu Presiden ke-7 RI tersebut.
Kuasa hukum Jokowi, Rivai Kusumanegara, mengaku tidak ada masalah jika dokumen-dokumen milik Jokowi, termasuk ijazah, harus diuji ulang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami sendiri tidak masalah jika diuji ulang oleh BRIN atau pihak lain, karena kami yakin itu asli. Kami oke asalkan independen,” ujarnya, dikutip dari siaran Kompas TV, Senin (22/12/2025).
Rivai akan keberatan jika yang melakukan pemeriksaan adalah Roy Suryo CS, karena tidak ada aturannya.
Dia mencontohkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam mengadili seseorang, untuk menentukan kerugian negara harus meminta audit ke BPKP.
“(Kalau) saya bisa jadi tersangka, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mencoba meminta semua dokumen kementerian yang ingin saya audit menggunakan auditor swasta. Pasti ditolak. Karena KPK masih hanya mengatakan satu lembaga bisa menghitung BPKP,” tegasnya.
Menurut Rivai, pembuktian suatu perkara hanya bisa dilakukan di persidangan.
Hal ini sesuai dengan Pasal 312 KUHP yang menyatakan bahwa pembuktian kebenaran suatu tuduhan (yang dianggap mencemarkan nama baik) hanya diperbolehkan oleh hakim dalam keadaan tertentu, misalnya jika terdakwa melakukan perbuatan tersebut untuk kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
Apabila terdakwa diberi kesempatan untuk membuktikan namun gagal maka dapat dijerat dengan pasal pencemaran nama baik (Pasal 311 KUHP).
“Itu hanya bisa dilakukan dengan izin hakim,” tegasnya.
Roy Suryo minta diuji di 2 instansi
Roy Suryo CS dan kuasa hukumnya mengajukan permohonan uji forensik independen terhadap dokumen akademik Jokowi kepada penyidik Polda Metro Jaya pada Senin (22/12/2025).
Dua lembaga yang diusulkan untuk melakukan pemeriksaan forensik adalah Universitas Indonesia dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Roy Suryo mengatakan, ada empat dokumen akademik Joko Widodo yang ingin diserahkan untuk pemeriksaan forensik.
Seluruh dokumen tersebut merupakan dokumen yang diterbitkan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM).
Keempat dokumen tersebut antara lain ijazah sarjana (S-1), transkrip nilai, lembar pengesahan skripsi, serta ijazah dan laporan studi kerja nyata (KKN).
“Jadi keempat dokumen ini menjadi poin yang sangat penting untuk dianalisis,” kata Roy Suryo dalam kesempatan yang sama.
Roy menilai sejumlah dokumen tersebut bermasalah. Salah satunya transkrip nilai yang sebelumnya ditunjukkan Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri.
“Transkrip nilai yang ditampilkan Dirtipidum pada tanggal 22 Mei 2025 tanpa izin dekan, pembantu dekan, tanpa tanda tangan, tanpa nama, tanpa stempel, dan nilai tulisan tangan serta tanpa daftar mata kuliah pilihan,” ujarnya.
Selain itu, Roy juga meragukan keabsahan lembar pengesahan skripsi Jokowi.
Menurut dia, format dokumen tersebut baru digunakan pada tahun 1992, atau tujuh tahun setelah Jokowi dinyatakan lulus.
Ia mengatakan, dokumen tersebut belum pernah diuji secara ilmiah oleh pihak kepolisian.
Roy secara khusus menyoroti keikutsertaan Jokowi dalam kegiatan KKN semasa kuliah.
“Kalau ada, maka kami ingin dokumen sertifikat KKN dan laporan KKN juga diuji forensik,” ujarnya.
Permintaan uji forensik juga dilatarbelakangi oleh keberatan Roy Suryo yang mengaku tak boleh menyentuh langsung ijazah Jokowi dalam kasus tersebut.
Menurut dia, pemeriksaan fisik dengan menyentuh dokumen tersebut perlu dilakukan untuk memastikan keaslian emboss tersebut.
“Embossnya harus terasa. Tapi yang ada hanya grafis saja, termasuk watermarknya. Bagaimana kita pegang atau sentuh, tidak dihilangkan (dari peta),” ujarnya.
Roy bahkan masih menilai ijazah yang ditunjukkan penyidik masih palsu.
Dia menuding, ijazah yang ditampilkan Polda Metro Jaya merupakan modifikasi dari ijazah yang sebelumnya ditunjukkan Bareskrim Polri.
“Pas saya lihat langsung lihat 99,9 persen palsu. Tetap saja. Fotonya sangat kontras dan watermarknya tidak terlihat jelas, tipis, tapi sepertinya hasil cetak ulang,” tegasnya.
Jerat 8 Tersangka
Sebelumnya, Polda Metro Jaya menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo.
Para tersangka dibagi menjadi dua klaster berdasarkan peran dan dugaan pelanggarannya.
Klaster pertama terdiri dari lima orang tersangka, yaitu:
Eggi Sudjana
Kurnia Tri Rohyani
M. Rizal Fadillah
Rustam Efendi
Hari Lubis Damai
Mereka dijerat dengan Pasal 310 dan/atau Pasal 311 dan/atau Pasal 160 KUHP, serta Pasal 27A juncto Pasal 45 Ayat (4) dan/atau Pasal 28 Ayat (2) juncto Pasal 45A Ayat (2) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Sedangkan klaster kedua terdiri dari tiga orang tersangka, yaitu:
Roy Suryo
Rismon Sianipar (Ahli digital forensik)
Tifauziah Tyassuma (Dr. Tifa)
Mereka dijerat dengan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP, Pasal 32 Ayat (1) Jo Pasal 48 Ayat (1), Pasal 35 Jo Pasal 51 Ayat (1), Pasal 27A Jo Pasal 45 Ayat (4), dan Pasal 28 Ayat (2) Jo Pasal 45A Ayat (2) UU ITE.
Kasus ini bermula dari laporan yang disampaikan organisasi Pemuda Patriot Nusantara pada April 2025, disusul laporan Jokowi dan sejumlah pihak.
Sebaliknya, gugatan perdata terkait ijazah di Pengadilan Negeri Solo dan Jakarta Pusat dinyatakan tidak sah atau tidak diterima karena pengadilan tidak berwenang mengadili perkara tersebut, yang dianggap lebih tepat dalam ranah pidana atau Tata Usaha Negara.
Universitas Gadjah Mada (UGM) sendiri telah memastikan bahwa Jokowi merupakan alumnus Fakultas Kehutanan UGM angkatan 1980 dan lulus pada tahun 1985.
Konten di atas dibuat oleh pihak ketiga. bandasapuluah.com tidak bertanggung jawab atas isi maupun akibat yang ditimbulkan oleh konten ini.






