BANDASAPULUAH.COM – Kisruh kepengurusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memasuki babak baru setelah jajaran Syuriyah mengagendakan rapat paripurna untuk menentukan penjabat ketua umum.
Dalam keputusan Rapat Harian Syuriyah 20 November 2025, Yahya Cholil Staquf meminta mundur atau diberhentikan sebagai Ketua Umum PBNU.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Menanggapi rapat paripurna tersebut, Gus Yahya mengatakan agenda tersebut sepertinya diatur oleh pihak-pihak yang mempunyai kepentingan tertentu.
“Ada yang punya kepentingan lalu melakukan manuver. Itu biasa saja,” ujarnya di Markas PBNU, Jakarta Pusat, Selasa, 9 Desember 2025.
Ia juga mengungkapkan, apabila Rapat Paripurna di Hotel Sultan, Jakarta, pada 9-10 Desember 2025 tetap dilanjutkan dan berdasarkan Risalah Rapat Harian Syuriyah tanggal 20 Desember 2025, maka Rapat Pleno tersebut juga tidak mempunyai dasar hukum yang sah.
Gus Yahya menegaskan, rapat paripurna organisasi harus melibatkan ketua umum. Sedangkan agenda yang digelar di Hotel Sultan hanya dikonsep oleh jajaran Syuriyah PBNU.
“Secara undang-undang tidak bisa disebut sidang paripurna,” ujarnya.
Gus Yahya mengatakan, produk kebijakan yang dikeluarkan Syuriyah bertentangan dengan Anggaran Dasar/Anggaran DPR atau AD/ART. Oleh karena itu, penunjukan Plt Ketua PBNU dalam rapat paripurna tidak mempunyai legitimasi.
Sebelumnya, Gus Yahya juga mengeluarkan surat konfirmasi terkait rencana Rapat Paripurna yang diinformasikan Syuriyah. Surat pelantikan bernomor 4799/PB.03/AI01.01/99/12/2025 itu ditandatangani Gus Yahya dan Sekjen PBNU H Amin Said Husni pada Kamis, 4 Desember 2025.
Surat tersebut menegaskan, pelaksanaan rapat paripurna harus mengikuti ketentuan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama, termasuk mengenai kedudukan Ketua Umum sebagai amanah Kongres dan mekanisme memimpin rapat.
Surat tersebut menyampaikan tiga poin utama. Pertama, bahwa Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Masa Khidmat 2022-2027 KH Yahya Cholil Staquf merupakan Pembina Kongres Nahdlatul Ulama ke-34 dengan masa khidmat selama lima tahun sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Muktarnar Nahdlatul Ulama ke-34 Nomor 05/MUKTAMAR-34/XII/2021 tanggal 19 Jumadil Ula 1443 H/24 Desember 2021 M
Kedua, pemberhentian Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah yang dituangkan dalam Risalah Rapat Harian Syuriyah tidak mempunyai dasar hukum yang sah sehingga pemberhentian tersebut batal demi hukum.
Ketiga, sesuai ketentuan Anggaran Rumah Tangga (ART) Pasal 58 ayat (2) huruf c dan Pasal 64 ayat (2) huruf c, Rais Aam dan Ketua Umum bersama-sama memimpin Rapat Paripurna Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Oleh karena itu, Rapat Paripurna yang diadakan tanpa melibatkan Ketua Umum adalah cacat hukum dan segala keputusan tidak sah karena melanggar SENI Nahdlatul Ulama.
Surat tersebut dimaksudkan sebagai pedoman pelaksanaan rapat paripurna yang diedarkan Syuriyah dengan tembusan kepada Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar.
Konten di atas dibuat oleh pihak ketiga. bandasapuluah.com tidak bertanggung jawab atas isi maupun akibat yang ditimbulkan oleh konten ini.






