BANDASAPULUAH.COM – DARI sekian banyak hal menarik yang dikutip dari pidato Presiden Prabowo Subianto di HUT ke-61 Partai Golkar kemarin, salah satunya adalah kita tidak boleh melihat ke belakang, melihat ke masa kini dan masa depan. Lihatlah hari ini bagaimana masyarakat mengalami kesulitan dan apa yang akan terjadi di masa depan.
Kalau kita menoleh kebelakang pasti kita akan terluka, kita akan selalu ingat, kita akan menjadi tidak tenang. Prabowo mencontohkan dirinya yang selalu melihat ke belakang. Dia mencalonkan diri dalam pemilu lima kali, kalah empat kali. Memang benar, tidak ada contoh yang lebih relevan selain Prabowo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Kalau soal sakit hati, Prabowo memang pantas menerima sakit hati yang paling besar. Prabowo pernah mengalami ditipu, dikhianati, dibohongi, pokoknya segala macam hal buruk. Namun, Prabowo memilih memaafkan, melupakan, dan tidak menoleh ke belakang. Melihat hari ini dan masa depan.
Jika Prabowo memilih memaafkan dan melupakan, maka orang lain pun harus mencontoh apa yang dilakukan Prabowo. Tidak ada orang yang hatinya pedih seperti Prabowo, jika ditengok ke belakang. Apalagi dalam situasi saat ini, di mana Prabowo bisa dengan mudah membalas rasa sakit hati yang dirasakannya.
Sontak, semua yang hadir mendengarkan pidato Prabowo di HUT ke-61 Partai Golkar sambil tertawa. Tertawa itu penuh hormat, tapi bisa juga mengejek. Salut karena kegigihan dan semangatnya yang besar, serta diejek karena Prabowo baru mampu menang, setelah bantuan Jokowi.
Inti dari pidato Prabowo, jangan menoleh ke belakang, lihatlah hari ini dan ke depan, jika kita melihat ke belakang kita akan terluka dan khawatir, ini menjadi sinyal bagi Roy Suryo cs untuk tidak lagi melanjutkan gugatannya terkait ijazah Jokowi dan mungkin juga ijazah Gibran.
Kasus mengenai ijazah ini sebaiknya ditutup saja. Halaman lama ditutup, halaman baru dibuka. Kalau soal sakit hati, yang paling pantas disakiti adalah Prabowo, bukan Roy Suryo cs. Dugaan saya adalah ini termasuk dalam latar belakang dan tidak diragukan lagi.
Artinya, Presiden Prabowo sudah mempunyai kesimpulan pasti terkait ijazah tersebut. Namun sepertinya dia lebih memilih menutupnya dibandingkan membukanya.
Hal ini juga terlihat dari sinyal institusi yang cenderung tertutup dibandingkan terbuka. Masalah yang mudah menjadi rumit.
Namun jika penafsiran di atas benar, maka tidak adil jika pada akhirnya Roy Suryo cs yang berjumlah delapan orang harus mendekam di penjara seperti sebelumnya, Bambang Tri dan Gus Nur.
Meski terjadi perdebatan selama berbulan-bulan, hak asasi Roy Suryo dan kawan-kawan tidak dirugikan. Ini juga merupakan sinyal.
Bagaimana Presiden Prabowo memilih memuji Kaesang ketimbang Gibran dalam pidatonya di HUT ke-61 Partai Golkar mungkin juga bisa menjadi sinyal yang bisa dibaca.
Memang tidak semua niat politik bisa diungkapkan dengan kata-kata. Bisa juga melalui simbol-simbol yang terlihat oleh masyarakat.
Namun siapa sangka, bagaimana tanggapan netizen Indonesia terhadap ijazah yang cenderung terpecah belah tersebut? Bisakah kita tidak melihat ke belakang, dan hanya melihat hari ini dan masa depan seperti yang diusung Presiden Prabowo?
Sulit untuk dijawab. Indonesia disebut-sebut sebagai salah satu netizen terpanas di dunia. Menyenangkan adalah kita
Konten di atas dibuat oleh pihak ketiga. bandasapuluah.com tidak bertanggung jawab atas isi maupun akibat yang ditimbulkan oleh konten ini.






