BANDASAPULUAH.COM -Koalisi Masyarakat Sipil resmi melaporkan 11 pimpinan dan anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ke Dewan Kehormatan (MKD) DPR RI.
Laporan tersebut disampaikan pada Senin, 17 November 2025 sekitar pukul 11.00 WIB.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Perwakilan Koalisi yang juga Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Fadhil Alfathan mengatakan, laporan tersebut disampaikan karena Panitia Kerja RUU KUHAP dinilai belum membuka ruang partisipasi masyarakat secara berarti dalam proses pembahasan.
“Kami laporkan 11 orang pimpinan dan anggota Panja dari unsur DPR terkait pembahasan RKUHAP. Mereka ini anggota Panja sejak bulan Juli, kurang lebih proses pembahasan ini belum terbuka, menurut kami belum membuka partisipasi masyarakat secara berarti,” kata Fadhil.
Dia menjelaskan, Koalisi Masyarakat Sipil sebenarnya sudah diundang audiensi pada Mei 2025, namun pertemuan tersebut diklaim sebagai Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU).
Meski saat itu pihaknya tidak memberikan masukan secara substantif, namun hanya mengingatkan agar proses pembahasannya terbuka untuk umum, termasuk menghadirkan korban dan institusi terkait.
Fadhil juga mengungkapkan, koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari YLBHI, ICJR, LBH Jakarta, dan sejumlah lembaga lainnya telah mengikuti serangkaian RDPU pada Juli hingga September 2025. Namun berbagai masukan yang disampaikan tampaknya belum ditindaklanjuti.
“Sebulan yang lalu di bulan Oktober, kami mengajukan permintaan informasi dan klarifikasi mengenai masukan kami bagaimana kelanjutannya.
Kekecewaan memuncak ketika rapat Panja pada 12-13 November dihadirkan dokumen berisi kompilasi masukan masyarakat. Setelah diteliti, tidak ada masukan penting dari Koalisi yang dimasukkan, khususnya terkait persoalan bantuan hukum.
“Menurut kami ini mencari keuntungan, dianggap menyerap aspirasi padahal tidak,” kata Fadhil.
Berdasarkan rangkaian peristiwa tersebut, koalisi masyarakat sipil menilai Panitia Kerja Rancangan KUHAP telah melanggar ketentuan konstitusi dan peraturan pembentukan undang-undang, termasuk penyelenggaraan pemerintahan dan prinsip penyelenggaraan negara yang bebas korupsi dan korupsi.
“Kami menilai proses pembentukannya tidak aspiratif, tidak partisipatif dan cenderung tertutup. Padahal ketentuan tersebut menjamin hak kami untuk berpartisipasi dan tidak sekedar ambil bagian. Tapi untuk memberi masukan, didengarkan, mempertimbangkan dan memberikan jawaban,” kata Fadhil.
Selain melaporkan ke MKD, koalisi juga mengirimkan surat kepada pimpinan DPR dan Presiden. Mereka meminta pembahasan RUU KUHAP ditunda sementara hingga ada pemeriksaan MKD dan evaluasi menyeluruh terhadap substansi RUU.
Jadi langkah minimal yang kami minta kepada Presiden adalah mencabut draf tersebut sambil melakukan evaluasi yang substansial, kata Fadhil.
Konten di atas dibuat oleh pihak ketiga. bandasapuluah.com tidak bertanggung jawab atas isi maupun akibat yang ditimbulkan oleh konten ini.






