BANDASAPULUAH.COM — Menjawab tantangan pendidikan yang semakin kompleks di era global, Minang Diaspora Network Global menggelar Pertemuan Diaspora Minang dan Bundo Kanduang Minang Sedunia, dengan salah satu agenda pentingnya berupa Forum Diskusi Pendidikan yang dilangsungkan di Hotel Pangeran Beach, Padang, Selasa (5/12/2023).
Forum ini menjadi bagian dari rangkaian acara maraton yang berlangsung sejak 3 hingga 13 Desember 2023 di empat kota di Sumatera Barat—Padang, Bukittinggi, Tanah Datar, dan Payakumbuh.
Kegiatan ini menyatukan tokoh-tokoh pendidikan Minangkabau dari dalam dan luar negeri dalam dialog interaktif bertema “Tantangan Meningkatkan Mutu dan Relevansi Pendidikan Berbasis Akhlak Mulia di Sumatera Barat.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Salah satu paparan yang memantik perhatian datang dari Dr. Zulfan Tadjoeddin, Associate Professor di Western Sydney University, Australia.
Dalam pemaparannya, Zulfan Tadjoeddin menekankan pentingnya pendidikan karakter dan akhlak sejak usia dini, seperti yang telah diterapkan secara sistematis di Australia.
“Di Australia, pendidikan dasar tidak terlalu mementingkan konten mata pelajaran, melainkan pada akhlak sebagai fondasi awal. Anak-anak diajarkan disiplin, saling menghormati, dan menjadi pribadi yang bisa dipercaya—semua itu dikemas dalam bingkai akhlak yang terstruktur sejak dini,” ungkap Zulfan.
Menurutnya, keberanian menyuarakan pendapat atau “they speak their mind” adalah produk dari sistem pendidikan yang memupuk kesadaran dan keberdayaan anak didik sejak awal. Hal inilah yang menurutnya menjadi pembeda mencolok antara lulusan Australia dan Indonesia, termasuk Sumatera Barat.
Ia menambahkan, pendidikan di Australia memberdayakan anak sejak tingkat dasar hingga perguruan tinggi untuk memahami hak-haknya secara utuh. “Kampus dan dosen tidak boleh mengabaikan hak mahasiswa. Di situlah muncul pribadi-pribadi yang kuat dan sadar peradaban,” ujarnya.
Zulfan juga menyoroti lemahnya budaya dialektika dalam sistem pendidikan di Minangkabau. “Dulu, tokoh-tokoh Minang dikenal sebagai pendebat ulung dan pemikir rasional. Kini, kita patut bertanya, apakah sistem pendidikan kita masih melahirkan generasi dengan kemampuan dialektika yang unggul?” katanya retoris. Menurutnya, dialektika hanya bisa tumbuh jika ada guru yang jujur dan komunitas yang mendukung budaya berpikir kritis.
Ia bahkan menyebut adanya rasa ketidakpuasan dari kalangan perantau terhadap stagnansi program pendidikan di Sumatera Barat. “Kita butuh refleksi mendalam agar produk pendidikan Minangkabau bisa lebih unggul dari daerah lain,” tegasnya.
Diskusi yang berlangsung hangat ini dipandu oleh Prof. dr. Fasli Jalal, Ph.D dan dihadiri oleh para tokoh pendidikan terkemuka.
Di antaranya Prof. Dr. Jurnalis Uddin (Ketua Yayasan YARSI), Prof. Firdaus Abdullah (mantan Senator Malaysia), Prof. Zulfan Tadjoedin (University of Western Sydney), serta tiga rektor perguruan tinggi di Sumatera Barat yakni Prof Ganefri (Rektor Universitas Prof. Yuliandri (Rektor Universitas Andalas) dan Prof. Musliar Kasim (Rektor Universitas Baiturrahmah, sekaligus Wakil Menteri Pendidikan RI periode 2011-2014).
Menambah bobot forum ini, dua diplomat senior asal Minang juga turut hadir, yaitu H.E. Mayerfas (Duta Besar RI untuk Belanda) dan Al Busyra Basnur, SH., LL.M (Duta Besar RI untuk Ethiopia, Jibouti, dan Uni Afrika).
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat, Barlius, serta tokoh pendidikan dari Padang Panjang, Fauziah Fauzan, EM., MM dari Perguruan Diniyah Putri, juga turut memberikan kontribusi pemikiran dalam forum ini.
Pertemuan ini diharapkan dapat menjadi momentum penting bagi kebangkitan sistem pendidikan Minangkabau yang lebih berakar pada nilai-nilai luhur, akhlak mulia, dan mampu menjawab tantangan zaman secara progresif.






